Arsitektur adalah seni dan ilmu dalam merancang bangunan. Dalam artian yang lebih luas, arsitektur mencakup merancang dan membangun keseluruhan lingkungan binaan, mulai dari level makro yaitu perencanaan kota, perancangan perkotaan, arsitektur lansekap, hingga ke level mikro yaitu desain bangunan, desain perabot dan desain produk. Arsitektur juga merujuk kepada hasil-hasil proses perancangan tersebut.
Menurut Vitruvius di dalam bukunya De Architectura (yang merupakan sumber tertulis paling tua yang masih ada hingga sekarang), bangunan yang baik haruslah memilik Keindahan / Estetika (Venustas), Kekuatan (Firmitas), dan Kegunaan / Fungsi (Utilitas); arsitektur dapat dikatakan sebagai keseimbangan dan koordinasi antara ketiga unsur tersebut, dan tidak ada satu unsur yang melebihi unsur lainnya. Dalam definisi modern, arsitektur harus mencakup pertimbangan fungsi, estetika, dan psikologis. Namun, dapat dikatakan pula bahwa unsur fungsi itu sendiri di dalamnya sudah mencakup baik unsur estetika maupun psikologis.
- .Pengertian Neo-Vernacular
Kata NEO atau NEW berarti baru atau hal yang baru, sedangkan kata vernacular berasal dari kata vernaculus (bahasa latin) yang berarti asli. Maka arsitektur vernacular dapat diartikan sebagai arsitektur asli yang dibangun oleh masyarakat setempat.
Arsitektur Vernacular konteks dengan lingkungan sumberdaya setempat yang dibangun oleh masyarakat dengan menggunakan teknologi sederhana untuk memenuhi kebutuhan karakteristik yang mengakomodasi nilai ekonomi dan tatanan budaya masyarakat dari masyarakat tersebut. Dalam pengertian umum, arsitektur Vernacular merupakan istilah yang banyak digunakan untuk menunjuk arsitektur indigenous kesukaan, tribal, arsitektur kaum petani atau arsitektur tradisional.
Pengertian Arsitektur Vernacular sering disamakan dengan Arsitektur Tradisional. Joseph Prijotomo berpendapat bahwa secara konotatif tradisi dapat diartikan sebagai pewarisan atau penerusan norma-norma adat istiadat atau pewarisan budaya yang turun-temurun dari generasi ke generasi.
- Pengertian Arsitektur Neo-Vernacular
Arsitektur Neo-Vernacular merupakan suatu paham dari aliran Arsitektur Post-Modern yang lahir sebagai respon dan kritik atas modernisme yang mengutamakan nilai rasionalisme dan fungsionalisme yang dipengaruhi perkembangan teknologi industri. Arsitektur Neo-Vernacular merupakan arsitektur yang konsepnya pada prinsipnya mempertimbangkan kaidah-kaidah normative, kosmologis, peran serta budaya lokal dalam kehidupan masyarakat serta keselarasan antara bangunan, alam, dan lingkungan.
“pada intinya arsitektur Neo-Vernacular merupakan perpaduan antara bangunan modern dengan bangunan bata pada abad 19”
Batu-bata dalam kutipan diatas ditujukan pada pengertian elemen-elemen arsitektur lokal, baik budaya masyarakat maupun bahan-bahan material lokal.
“aliran Arsitektur Neo-Vernacular sangat mudah dikenal dan memiliki kelengkapan berikut ini : hampir selalu beratap bubungan, detrail terpotong, banyak keindahan dan bata-bata. Bata itu manusiawi, jadi slogannya begitu manusiawi……” 5
Dari pernyataan Charles Jencks dalam bukunya “language of Post-Modern Architecture” maka dapat dipaparkan ciri-ciri Arsitektur Neo-Vernacular sebagai berikut :
• Selalu menggunakan atap bumbungan
Atap bumbungan menutupi tingkat bagian tembok sampai hampir ke tanah sehingga lebih banyak atap yang di ibaratkan sebagai elemen pelidung dan penyambut dari pada tembok yang digambarkan sebagai elemen pertahanan yang menyimbolkan permusuhan.
• Batu bata (dalam hal ini merupakan elemen konstruksi lokal)
Bangunan didominasi penggunaan batu bata abad 19 gaya Victorian yang merupakan budaya dari arsitektur barat.
• Mengembalikan bentuk-bentuk tradisional yang ramah lingkungan dengan proporsi yang lebih vertikal.
• Kesatuan antara interior yang terbuka melalui elemen yang modern dengan ruang terbuka di luar bangunan.
• Warna-warna yang kuat dan kontras.
Dari ciri-ciri di atas dapat dilihat bahwa Arsitektur Neo-Vernacular tidak ditujukan pada arsitektur modern atau arsitektur tradisional tetapi lelbih pada keduanya. Hubungan antara kedua bentuk arsitektur diatas ditunjukkan dengan jelas dan tepat oleh Neo-Vernacular melalui trend akan rehabilitasi dan pemakaian kembali.
- Batu bata sebagai elemen lokal
Mendapatkan unsur-unsur baru dapat dicapai dengan pencampuran antara unsur setempat dengan teknologi modern, tapi masih mempertimbangkan unsur setempat.
- Arsitektur Rakyat ( Dayak )
Baik laki-laki maupun perempuan memiliki jiwa ksatria, pemberani, dan pantang menyerah. Hubungan dengan baik antar sesama juga sangat dijaga. Hal ini terbukti dalam wujud rumah lamin yang mereka miliki, dimana bumi dipijak disitu langit dijunjung. Sikap solidaritas yang tinggi menjadi dasar persatuan antar suku yang selalu dijaga turun temurun. Hal itu selalu dilakukan dalam menangani suatu masalah. Terhadap keluarga, para orang tua sangat perduli dan mencintai anak-anaknya, demikian pula anak-anak sangat hormat dan berbakti kepada orang tuanya. Setelah orangtuanya lanjut usia, biasanya anak-anak sangat perduli dan merawat dengan baik.
Ikon Dayak, dalam perspektif masyarakat dan akademis baik pada masa kolonial maupun pasca kolonial selalu identik dengan telinga panjang, budaya memenggal kepala (mengayau), animis, dan tinggal berkelompok di rumah panjang (lamin). Suku dayak merupakan penduduk asli kalimantan memiliki ikon-ikon yang cenderung negatif dan memarginalkan suku dayak tersebut terlanjur terbangun (disengaja atau tidak) dengan berbagai kepentingan, terutama dengan unsur politik politik. Ungkapan kata dayak adalah sebutan yang umum di kalimantan, bahkan seluruh indonesia setiap mendengar kata dayak sudah barang tentu saja pandangannya kepada salah satu dari suku di indonesia yang mendiami pulau kalimantan.
Arti kata DAYAK menurut O.K. Rahmat dan R. Sunardi adalah satu perkataan untuk menamakan res-tam yang tidak beragama islam yang mendiami pedalaman kalimantan, dan istilah ini diartikan oleh bangsa melayu di pesisir kalimantan ialah orang gunung. Dalam bahasa sangen kata dayak berarti : “bakena” atau “cantik, gagah”.
Orang dayak asli mempunyai rumah yang besar-besar dan tinggi-tinggi, namanya dalam bahasa dayak kalimantan timur ialah lamin. Di kalimantan tengah disebut betang. Panjang lamin rata-rata antara 30 sampai 150 meter, lebarnya antara 10 sampai 30 meter dan tinggi tiangnya atara 2 sampai 3 meter dari tanah ke lantainya. Rumah panjang merupakan rumah adat suku dayak yang disebut lamin (untuk kaltim)., balai (untuk kalsel), dan betang (untuk wilayah kalteng). Rumah panjang berukuran besar dan tinggi, dihuni oleh puluhan keluarga dengan 100-200 jiwa. Ukuran panjang antara 30-150 meter dengan lebar berkisar antara 10-30 meter. Rumah panjang tersebut berupa rumah panggung yang berdiri di atas tiang setinggi 2-3 meter. Untuk naik ke dalam rumah terdapat sebuah tangga dari kayu besi bulat atau ulin (tangga disebut saaq). Biasanya tangga ini jumlahnya sama dengan jumlah pintunya. Tangga tersebut bisa diangkat dan dimasukkan ke dalam rumah.Menurut sejarah, keberadaan rumah Lamin berkaitan dengan tujuan dan fungsi :
- Mencegah serangan musuh, terutama pada masa ketika budaya mengayau masih berlaku.
- Memudahkan untuk menyerang musuh atau binatang buas yang datang dari sekitar rumah.
- Aturan/ikatan adat dan sosial untuk terus melangsungkan kebersamaan dan kegotongroyongan.
Rumah Lamin Kampung Eheng, Kutai Barat, Kalimantan Timur